Sakobar

Animasi

Welcome

Jumat, 03 Februari 2012

Ada Harimau di Belakang Universitas Andalas

Ada Harimau di Belakang Universitas Andalas
Terbaru, harimau Sumatera tertangkap kamera di belakang kampus Universitas Andalas

VIVAnews - Populasi harimau Sumatera diprediksi terus terancam akibat perburuan dan kasus perambahan hutan di kawasan konservasi. Meskipun data pasti tentang populasi raja hutan ini masih berdasarkan survei tahun 1992, sejumlah peneliti mengkhawatirkan kondisi ini jauh berubah.

Tahun 1992, predator yang menguasai hampir seluruh hutan konservasi di Pulau Sumatera tercatat mencapai 400 ekor. Menurut informasi sejumlah peneliti terkait keberadaan satwa tersebut, tahun 2010 lalu, hitungan kasar jumlah hewan yang dilindungi ini mencapai sekitar 250 ekor.

“Itu kata sejumlah peneliti, tentu perlu didata lebih jauh untuk mengetahui populasi Harimau Sumatera,” kata Dosen Biologi Universitas Andalas Padang, Dr. Wilson Novarino, padaVIVAnews, Kamis, 2 Februari 2012.

Harapan akan kelangsungan habitat harimau Sumatera di Sumatera Barat terbilang masih menjanjikan. Dua pekan belakangan, camera trap yang dipasang di hutan pendidikan, penelitian biologi Universitas Andalas berhasil mengabadikan bagian belakang badan seekor harimau Sumatera jantan dewasa di kawasan tersebut.

Hutan biologi seluas 150 hektare yang berada di Kampus Unand Limau Manis, Padang, masih menyimpan harapan populasi hewan yang memiliki daya jelajah 289 kilometer per segi untuk harimau jantan. Jika ditarik garis lurus berdasarkan pantauan GPS, jarak penemuan harimau Sumatera ini sekitar 500 meter dari arah timur kampus Unand—berdampingan dengan kampus yang berada di puncak bukit ini.

Dalam hitungan kasar, luas kawasan hutan biologi ini tidak mampu menampung daya jelajah harimau Sumatera jantan yang hampir dua kali luas kawasan hutan tersebut. Hanya saja, menurut penggiat Forum Harimau Kita ini, pintu hutan yang berada di sebelah timur memungkinkan hewan buas ini berkeliaran hingga ke kawasan hutan konservasi Bukit Barisan.

Semakin dekatnya jarak hewan buas dengan pemukiman warga ini, dinilainya, bukan hal yang baru. Sebelumnya, kamera pengintai yang dipasangnya di Kabupaten Pesisir Selatan dan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman juga berhasil menangkap gerak-gerik si Raja Hutan.

“Di Pesisir Selatan, harimau Sumatera tertangkap kamera dekat jalan raya, hanya sekitar 150 meter dari jalan. Memang semakin dekat dengan pemukiman, namun tidak ada masalah jika dimanajemen dengan baik, konflik dengan warga bisa dihindari,” kata Wilson.

Di Pesisir Selatan, kamera pengintai yang dipasang tahun 2008 lalu, berhasil menangkap gerak-gerik harimau Sumatera. Sedangkan di Batang Anai dilakukan pada 2010 lalu. Hasil temuannya ini membuktikan bahwa kondisi hutan di Sumbar masih mampu menjaga keberlangsungan hewan yang dilindungi ini.

“Ini membuktikan hutan Sumbar masih bagus dan mesti mendapat perhatian serius untuk menjaga kelangsungan habitat harimau Sumatera yang terancam punah,” katanya. Kawasan hutan di mana hewan ini tertangkap kamera pengintai 15 Januari 2012 lalu, terbilang cukup terjaga. Hewan ini tertangkap kamera pengintai di aliran anak sungai yang berada di bagian timur kawasan hutan biologi Unand.

Yang menyenangkan, kamera yang dipasang di hutan tersebut juga menangkap pergerakan babi hutan yang populasinya cukup besar . “Kondisi ini menunjukkan, ketersediaan makanan harimau Sumatera masih terjaga untuk menjamin kelangsungan populasinya.”



Survei Baru

Untuk memastikan populasi Harimau Sumatera di Sumbar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berencana melakukan survei dengan memasang enam kamera pengintai di hutan konservasi yang mencapai 300.000 hektare. Survei ini ditargetkan mampu memperbarui informasi populasi hewan buas ini di Sumbar.

“Surveinya baru akan dimulai dalam dua pekan ke depan. Saat ini baru survei awal untuk menentukan enam titik pemasangan kamera pengintai,” kata Rulli, staf di BKSDA Sumbar yang menjadi anggota tim survei Harimau Sumatera.

BKSDA akan menggandeng Flora and Fauna Internasional (FFI) untuk melakukan survei yang diprediksi akan memakan waktu cukup lama. FFI dinilai kredibel karena telah melakukan sejumlah kegiatan konservasi harimau bekerjasama dengan sejumlah pihak asing. “FFI yang akan menjadi tutor kami di lapangan nanti,” kata Rulli.

Survei populasi ini dinilai sebagai langkah awal untuk memetakan habitat panthera tigris sumatrae di Sumbar. Informasi sementara, populasi hewan ini bisa dijumpai di 19 kota dan kabupaten di Sumbar. Berdasarkan data konflik antara manusia dan harimau yang terjadi di Sumbar, bisa dipetakan populasi hewan ini masih bisa dijumpai di Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten 50 Kota, dan Pasaman. “Hampir di seluruh Sumbar bisa dijumpai, tapi berapa populasinya, ini yang akan kita dalami,” kata Rulli.

Perburuan liar terhadap hewan ini masih laku keras di pasar gelap. Meskipun belum berhasil membongkar jaringan perdagangan organ tubuh harimau, BKSDA Sumbar mengklaim telah berhasil menangkap pemburu harimau di Kabupaten 50 Kota yang saat ini tengah dalam proses persidangan di pengadilan setempat.

Dalam bulan Desember 2011, BKSDA juga mengamankan pelaku perdagangah kulit harimau di Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman. Saat ini kasusnya masih dalam tahap penyidikan untuk memeriksa sejumlah saksi.

“Sedikitnya tahun lalu terdapat dua kali konflik warga dengan harimau,” katanya. Sedangkan kasus harimau menerkam orang juga ditemukan dalam satu tahun belakangan namun hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran karena memasuki kawasan konservasi.

150 Ekor Harimau

Fauna Flora Internasional (FFI) yang telah memulai survei populasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan kawasan hutan konservasi Batang Hari di Solok Selatan memprediksi populasi hewan buas tersebut mencapai 150 ekor. FFI melakukan program monitoring Harimau Sumatera di TNKS terhitung sejak 2004 lalu. Sedangkan monitoring di Solok Selatan dilakukan pada tahun 2007 hingga 2008.

“Hasil rekaman kamera pengintai dan luas dua kawasan tersebut, kita memprediksi populasi Harimau Sumatera mencapai sekitar 150 ekor,” kata program manajer monitoring Harimau Sumatera FFI Yoan Dinata pada VIVAnews, Jumat, 3 Februari 2012. Di Solok Selatan, luas kawasan hutan konservasi yang menjadi survei monitoring FFI mencapai 3.000 kilometer persegi.

Jumlah tersebut bisa jadi bertambah jika hasil survei yang dilakukan FFI dan BKSDA tahun ini membuahkan hasil. Dengan luas hutan konservasi yang mencapai 300.000 hektar. Program tersebut telah berjalan. Tim telah memasang kamera pengintai di sejumlah tempat yang menurut informasi awal ditemukan tanda-tanda pergerakan harimau.

Ancaman terhadap kelangsungan hewan yang dilindungi ini makin terdesak di tengah semakin menurunnya populasi hewan tersebut. Tahun lalu, FFI mencatat dua ekor harimau ditemukan mati di hutan Sumbar. (eh)
• VIVAnews